Penuh Kejanggalan, SK Bupati Morut Dinilai Langgar UU Desa dan Akal Sehat

PALU- Kuasa Hukum Kepala Desa (Kades) Tamainusi definitif, Ahlis, menilai Surat Keputusan (SK) Bupati Morowali Utara (Morut) tentang pengangkatan Penjabat Kepala Desa Tamainusi cacat hukum dan mencerminkan sikap arogan kekuasaan.

Hal itu disampaikan Fariz Salmin dari Law Firm SH & Associates dalam keterangan persnya, menyusul terbitnya SK Nomor 188.45/KEP-B.MU/0117/V/2025 tertanggal 26 Mei 2025 tentang Pengangkatan Penjabat (Pj) Kepala Desa Tamainusi, Kecamatan Soyo Jaya, Kabupaten Morowali Utara, Sulewesi Tengah.

SK tersebut kami anggap cacat hukum, karena jabatan Kepala Desa Tamainusi tidak sedang kosong. Klien kami, Ahlis, telah menyelesaikan proses hukum hingga ke Mahkamah Agung, dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht),” ujar Fariz pada Senin siang (30/6/2025) di Palu.

Ia menjelaskan, Ahlis sebelumnya dijatuhi hukuman lima bulan penjara. Akan tetapi pasal yang dijerat tidak memiliki ancaman pidana lima tahun ke atas, sebagaimana disyaratkan Pasal 41 huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa untuk memberhentikan kepala desa secara tetap.

“Seharusnya, berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU Desa dan Pasal 11 ayat (1) Permendagri No. 82 Tahun 2015, klien kami diaktifkan kembali paling lambat 30 hari sejak putusan pengadilan diterima oleh Bupati Morut,” tegas kuasa hukum

Ia menyebut, penerbitan SK Pj Kades Tamainusi pada 26 Mei 2025, justru memperlihatkan pembangkangan terhadap hukum. Dan itu bahkan melemahkan tatanan pemerintahan yang seharusnya menjunjung supremasi hukum.

“SK ini menciptakan ketidakpastian hukum di tingkat desa, memecah belah masyarakat, serta menghambat pembangunan. Ini adalah bentuk maladministrasi serius,” lanjutnya.

Fariz juga menyoroti kejanggalan dalam isi SK, yang menyatakan bahwa keputusan berlaku sejak tanggal ditetapkan. Menurutnya, secara administratif, jabatan baru bisa dianggap sah jika penjabat telah dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan.

“Pelantikan adalah syarat mutlak agar penjabat dapat menjalankan kewenangan secara sah. Tanpa itu, jabatan tidak bisa dijalankan. Ini sudah diatur dalam Permendagri No. 82 Tahun 2015 Pasal 4 ayat (3),” tegasnya lagi.

Ia menduga, penerbitan SK tersebut tidak didasarkan pada hukum, melainkan dipicu oleh dendam politik atau motif pribadi tertentu.

“Kami sudah mengajukan surat permohonan pengaktifan kembali Ahlis ke Bupati sejak 31 Januari 2025, tapi tidak ditanggapi. Kami juga telah bersurat ke Kementerian Dalam Negeri,” ungkap Fariz.

Dari surat balasan Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, lanjutnya, pemerintah pusat telah meminta Gubernur Sulawesi Tengah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Bupati Morut.

Menindaklanjuti itu, Gubernur telah bersurat ke Bupati pada 5 Juni 2025, namun belum juga mendapat balasan.

“Kami minta Bupati Morut tunduk pada hukum dan segera mengaktifkan kembali klien kami sebagai Kepala Desa Tamainusi yang sah,” tandas Fariz.

Sementara itu, Pemkab Morut yang dihubungi terkait hal ini belum ada jawaban. (*)

Komentar