Morowali Utara– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Morowali Utara (Morut) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas dampak aktivitas kapal 17 perusahaan tambang di wilayah Teluk Tomori. Rapat ini diadakan setelah muncul keluhan dari masyarakat pesisir, khususnya nelayan di Desa Tokonanaka dan Desa Matube, yang merasakan langsung dampak dari aktivitas kapal pengangkut ore.
RDP ini dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Morowali Utara, Warda Dg Mamala, SE, dan dihadiri oleh sejumlah anggota DPRD Morut, seperti Yaristan Palesa, SH, Helen, SE, Arief Ibrahim, Usman Ukkas, dan lainnya. Selain itu, turut hadir perwakilan dari instansi terkait, yakni Dinas Lingkungan Hidup, Syahbandar Kolonodale, Polres Morowali Utara, serta pihak TNI. Perwakilan 17 perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Teluk Tomori juga diundang untuk mendengarkan keluhan warga nelayan.
Dalam rapat yang berlangsung di Gedung DPRD Morowali Utara ini, Ketua DPRD Morut, Warda Dg Mamala, menegaskan bahwa nasib masyarakat terdampak harus menjadi perhatian utama. Ia menyoroti fakta bahwa beberapa desa telah mendapatkan perhatian dari perusahaan tambang, tetapi Desa Tokonanaka yang paling terdampak justru belum mendapat kompensasi yang layak.
“Tidak boleh kita keluar dari ruangan ini kalau tidak bersepakat. Ini karena ada beberapa desa yang diakomodir, sementara Desa Tokonanaka yang dilintasi kapal-kapal dan terdampak, tidak bisa diakomodir oleh perusahaan,” ujar Warda dengan nada tegas.
Senada dengan Warda, Ketua Komisi III DPRD Morut, Helen, SE, juga melayangkan kritik tajam terhadap pihak perusahaan. Ia menyoroti lambatnya respons perusahaan dalam menangani dampak lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas kapal mereka.
Anggota DPRD Morowali Utara termuda, Arief Ibrahim, juga menyampaikan kritik keras terhadap perwakilan perusahaan yang hadir dalam rapat. Arief menekankan bahwa inti dari permasalahan ini adalah keadilan bagi masyarakat pesisir.
“Dari pada bapak berputar-putar menjelaskan, ini soal keadilan yang orang minta. Jangan mi kita bicara banyak. Jadi apa yang bapak bikin di Desa Tanauge, buat juga di Desa Tokonanaka,” tegas Arief dengan nada penuh ketegasan.
Kepala Desa Tokonanaka, Asrar Sondeng, yang turut hadir dalam RDP ini, menyampaikan bahwa warganya selama ini tidak pernah menerima Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan tambang, meskipun dampak dari aktivitas mereka sangat dirasakan.
Tuntutan utama masyarakat yang disampaikan dalam RDP ini mencakup tiga poin utama:
1. Perbaikan Kerusakan Lingkungan
Masyarakat menuntut agar perusahaan bertanggung jawab terhadap pencemaran air laut akibat tumpahan oli, limbah batu bara, serta tanah merah yang masuk ke laut. Pencemaran ini tidak hanya mengganggu ekosistem laut tetapi juga mengancam mata pencaharian para nelayan.
2. Dampak Ekonomi bagi Nelayan
Hilir-mudiknya kapal pengangkut ore di perairan Teluk Tomori telah berdampak negatif terhadap hasil tangkapan nelayan. Akibat lalu lintas kapal yang padat, banyak nelayan yang mengeluhkan hasil tangkapan mereka menurun drastis.
3. Kompensasi dan CSR bagi Masyarakat Tokonanaka
Warga mendesak agar perusahaan tambang memberikan kompensasi dan CSR bagi masyarakat Desa Tokonanaka sebagaimana yang telah diberikan kepada desa-desa lain di wilayah yang terdampak.
Menanggapi tuntutan warga, anggota DPRD Yaristan Palesa mengusulkan agar diadakan kembali RDP dengan menghadirkan pimpinan perusahaan yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan.
“Saya minta kita agendakan rapat kembali dengan jaminan, hadirkan pimpinan yang mengambil keputusan soal ini,” ujarnya.
Tokoh masyarakat, Ustad Faisal, yang sudah berulang kali menyuarakan isu ini, juga menekankan bahwa fokus kedatangan mereka ke DPRD adalah untuk mendapatkan kepastian terkait tiga tuntutan yang telah disampaikan. Ia meminta agar rapat tidak melebar ke isu lain dan tetap fokus pada penyelesaian masalah yang dihadapi oleh warga.
Setelah diskusi panjang yang diwarnai perdebatan sengit, RDP ini akhirnya harus diskors. Keputusan akan ditunggu hingga tanggal 10 April 2025, untuk memberikan waktu bagi perwakilan perusahaan melakukan koordinasi internal terkait tuntutan masyarakat Desa Tokonanaka.
Namun, hingga berakhirnya rapat, belum ada solusi konkret yang diberikan kepada para nelayan. Hal ini menimbulkan kekecewaan bagi warga yang berharap adanya keputusan tegas terkait kompensasi dan perbaikan lingkungan di wilayah mereka.
Berikut daftar perusahaan yang beroperasi di wilayah Teluk Tomori dan yang diundang dalam RDP ini:
1. PT. GNI
2. PT. SEI
3. PT. NNI
4. PT. SAH
5. PT. Cocoman
6. PT. MBN
7. PT. Warsita Karya
8. PT. TDU
9. CV. Rezky Utama
10. PT. Palu Baruga Yaku
11. PT. Putri Perdana
12. PT. MPR
13. PT. SPS
14. PT. Hoffman Internasional
15. PT. UKK
16. PT. SSP
17. PT. COR
Keputusan akhir dari rapat lanjutan yang direncanakan pada 10 April mendatang akan menjadi penentu bagi masa depan masyarakat nelayan di Desa Tokonanaka. Apakah perusahaan akan memenuhi tuntutan warga atau tetap mengabaikan keluhan mereka? Semua mata kini tertuju pada hasil pertemuan mendatang.
Komentar