Melanggar SE Mendagri, Bupati Morut Tidak Bisa Lakukan Mutasi Pejabat

BERITA MORUT523 views

Melanggar SE Mendagri, Bupati Morut Tidak Bisa Lakukan Mutasi Pejabat

 

KOLONODALE – Keinginan Bupati Morowali Utara (Morut), Sulawesi Tengah, Moh. Asrar Abd. Samad, untuk melakukan mutasi besar-besaran di lingkungan Pemda Morut merupakan pelanggaran karena bertentangan dengan Surat Edaran (SE) Mendagri.

Dalam SE Mendagri nomor 820/6923/SJ tertanggal 23 Desember 2020, Mendagri Muhammad Tito Karnavian secara tegas melarang adanya pergantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020.
Dalam SE tersebut disebutkan, penggantian pejabat baru bisa dilakukan setelah Gubernur, Bupati dan Wali Kota terpilih hasil Pilkada Serentak Tahun 2020 dilantik.

Selain itu tidak dibenarkan mengusulkan persetujuan tertulis penggantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota kepada Menteri Dalam Negeri.
Surat edaran itu menindaklanjuti surat edaran Mendagri nomor 270/3762/SJ tanggal 29 Juni 2020 tentang penegasan dan penjelasan terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak 2020 khusunya berkenaan dengan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Rencana Bupati Morut Moh. Asrar Abd Samad untuk melakukan mutasi pejabat disampaikan secara resmi melalui wawancara media yang kemudian diturunkan dalam berita, akhir pekan lalu.
Berita tersebut langsung menjadi bahan pembicaraan dan sorotan di lingkungan Pemda Morut, karena selain menabrak kebijakan Mendagri juga masa jabatan Bupati Asrar tinggal satu bulan.

“Masa jabatan Bupati Morut itu akan berakhir tanggal 17 Februari 2021. Tinggal satu bulan. Jadi sangat tidak rasional kalau bupati buru-buru melakukan mutasi pejabat,” jelas seorang pejabat di Kantor Bupati Morut yang dihubungi melalui telepon, Rabu malam (13/1).
Berdasarkan dokumen yang diperoleh, keinginan Bupati Asrar untuk melakukan mutasi besar-besaran sebenarnya sudah muncul sejak bulan Juli 2010, hanya beberapa hari setelah dilantik menjadi Bupati Morut menggantikan Aptripel Tumimomor yang meninggal dunia.

Dalam suratnya kepada Gubernur Sulawesi Tengah nomor: 800/275/BKPSDM/VII/2020 tanggal 9 Juli 2020 perihal Permohonan Persetujuan Mutasi serta Pelantikan Pejabat di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Morowali Utara, Bupati Asrar mengajukan permohonan untuk melakukan mutasi dan pelantikan pejabat sebanyak 58 orang.
Ke-58 orang tersebut meliputi pejabat dari setingkat kepala dinas/kepala badan hingga jabatan kepala seksi.
Surat permohonan mutasi tersebut kemudian diteruskan gubernur kepada Menteri Dalam Negeri.

Ternyata permohonan Bupati Morut tersebut ditolak Mendagri karena dinilai melanggar ketentuan. Penolakan tersebut tertuang dalam surat balasan yang ditandatangani Dirjen Otonomi Daerah Akmal Malik, MSi.
Dalam surat bernomor 800/4168/OTDA tanggal 18 Agustus 2020 perihal Tanggapan Terhadap Permohonan Pelaksanaan Mutasi/Rotasi Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Morowali Utara, khususnya pada poin 3 ditegaskan, “Permohonan Bupati Morowali Utara untuk melakukan Mutasi/Rotasi Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Morowali Utara belum dapat disetujui karena tidak sesuai dengan SE Mendagri tanggal 21 Januari 2020 tentang Penegasan dan Penjelasan terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2020”.

Selanjutnya, Bupati Morut menyurat langsung ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) nomor 800/486.1/BKPSDM/X/2020 tanggal 27 Oktober 2020 yang intinya perbaikan data pada permintaan rekomendasi seleksi terbuka dan uji kompetensi JPTP Kabupaten Morowali Utara tahun 2020.

Ternyata, KASN melalui suratnya nomor B-3415/KASN/11/2020 yang ditandatangani Wakil Ketua KASN Tasdik Kinanto khususnya pada poin 10 menegaskan, karena Kabupaten Morowali Utara mengikuti Pilkada Serentak tahun 2020, maka Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang melakukan penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi (PPT) terhitung enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan enam bulan setelah pelantikan, kecuali atas persetujuan tertulis dari Mendagri. Oleh karena itu, seleksi terbuka dapat dilaksanakan setelah mendapatkan ijin tertulis dari Mendagri.
Dengan keluarnya SE Mendagri tanggal 23 Desember 2020 yang melarang adanya mutasi atau pergantian pejabat, maka otomatis Morut juga tidak bisa melakukan mutasi.*(Ale/Hend)

Komentar