Sengeketa Lahan Bersertifikat Di Morowali Takunjung Usai, Adakah Mafia Tanah Terlibat? Kades Keurea: Yang Jual Pemilik Asli, PT. SA Hanya Korban

BERITA MORUT1,962 views
Aktifitas PT. SA

MOROWALI- Sumardi yang lebih dikenal dengan panggilan pak Sumar, adalah masyarakat Desa Keurea, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, mengklaim bahwa 13/Thn, silam dirinya yang menjual tanah kepada perusahaan PT. Tanjung Putia, saat ini dikenal dengan nama PT Sentosa Abadi (PT. SA). Ia menjelaskan bahwa lahan yang dijual merupakan kebun milik sendiri sudah puluhan tahun digarap olehnya bersama orang tuanya

“yang saya jual ke perusahaan adalah kebun saya  sendiri, saya garap sejak tahun 1988 bersama orang tuaku. Waktu itu masih hutan dan masih pakai Kampak”Papar Sumar.

Lebih lanjut Sumar menjelaskan bahwa alasan ia berani menjual atas dasar keyakinan sebagai pemilik kebun, sebab puluhan tahun ia bersama orang tuanya berkebun dilahan tersebut, Usman tidak bisa berikan penjelasan secara rinci dan detail mengenai luasan tanah yang dijual sebab sudah lama 13 (Thn) silam, dia juga tidak tahu jika tanah yang dijual kini menjadi objek sengketa bahkan dirinya baru tahu saat didatangj oleh media, Usman mengaku pernah dipanggil oleh Pemerintah Desa Keurea, ditanyakan soal status tanah yang dijual ke PT. SA, pihak berwajib juga belum pernah memanggil maupun periksa dirinya mengenai sengketa lahan dimaksud, Usman menegaskan dia tidak mau tau dengan persoalan yang terjadi.

“Saya tidak tahu ada sengketa dilahan itu dan saya tidak mau tahu, dasar saya jual karna keyakinan saya itu milik kami, dulu digarap bersama orang tua. Luasnya sudah lupa 13thn lalu dijual waktu itu masih PT. Tanjung Putia. Pernah dipanggil Pemerintah Desa, ditanyakan mengenai kronologi kepemilikannya dan proses penjualannya kapan, belum pernah juga dipanggil atau diperiksa penegak hukum soal sengketa lahan” Jelas Sumardi.

Kepala Desa (Kades) Keurea, Damran Dudin, salah satu pihak yang dimintai keterangan oleh pihak Polres Morowali, dalam kasus sengketa lahan antara masyarakat dan PT. SA, menyampaikan, jika objek sengketa diolah dan dimiliki masyarakat Desa Keurea, kemudian pada tahun 1993 masuk masyarakat transmigrasi dan sisipan, mendapat pembagian lahan 1, lahan 2, serta surat-suratnya, Kades tidak menjelaskan detail maksud dari masyarakat sisipan, penjelasannya bahwa masyarakat yang memperoleh lahan beserta surat tidak pernah mengetahui lokasi lahan duanya.

“sebelum ada para Transmigran, wilayah tersebut sudah dimiliki dan diolah oleh masyarakat Keurea. Begitu ada program Transmigrasi tahun 1993  masyarakat trans dan sisipan diberikan pekarangan, lahan 1 dan lahan 2 beserta suratnya. Yang jadi masalahnya 29 tahun mereka tidak pernah cek lahan 2 tersebut yang menjadi sengketa sekarang” Kata Damran.

Kades, membenarkan jika lahan yang jadi sengketa adalah lahan milik masyarakatnya dan membenarkan jika lahan itu milik dari penjual lahan, namun penyampaian kades mengenai alas hak masyarakat menjual tidak terperinci jelas. Damran mengatakan jika nanti saat menjual baru ingin membuat surat didesa, ia juga tidak menjelaskan surat apa yang dimaksud. Menariknya menurut Damran lahan sengketa bersertifikat tetapi masyarakat tidak pernah tahu lokasinya, nanti saat ini baru diketahui jika lokasi dalam sertfikat telah dikuasai oleh PT. SA.

“yang menjual lahan itu adalah pemiliknya, konfirmasi langsung masyarakatnya yang menjual lahan itu. Masyarakat nanti menjual baru minta bikin surat didesa, sementara masyrakat sisipan yang dikasih sertifikat 1993, tidak pernah mengetahui lokasinya dan nanti tahun 2022  baru keberatan setelah mengetahui tanah miliknya dikuasai oleh PT. SA” ungkapnya.

Keterangan Kades Keurea, menarik publik dicermati pasalnya, selain mengakui dan mebenarkan bahwa pemilik lahan yang menjual adalah pemilik sebenarnya dengan modal keyakinan, tetapi juga Kades mengakui jika lahan sengketa itu alas haknya sertifikat yang diakuinya dibagi saat ada transmigrasi, namun saat ini baru dipermasalahkan oleh pemilik alas hak sertifikat. Pernyataan Damran saat disinggung perusahaan dirinya mengatakan bahwa perusahaan justru adalah korban, tetapi Damran mengutarakan jika pihak perusahaan juga menawarkan ganti rugi kepada masyarakat, karena diakui mereka kantongi sertifikat

“pihak PT. SA sudah menawarkan ganti rugi sebesar Rp250 Jt/ Hektare, kepada masyarakat sisipan pemilik surat lahan tersebut, namun belum disetujui, menurut saya PT SA juga adalah korban. Makanya saya sendiri kurang paham” terang Kades Damran.

Belum ada kejelasan kasus sengeketa lahan antara masayarakat dan perusahaan namun bisa di pastikan jika masyarakat bersengeketa  mengantongi alas hak sertifikat, dan melihat keterangan Kades Damran, jika keinginan perusahaan untuk melakukan pembebasan, isyarat jika pihak perusahaan memahami kekuatan masyarakt mana sebagai pemilik lahan, namun hingga saat ini kasus ini masih dalam penanganan pihak Kepolisian Polres Morowali. Belum juga ada keterangan yang didapatkan dari pihak perusahaan, P

Presiden Indonesia Joko Widodk dan Kapolri, beberapa kali menginstruksikan untuk tindak tegas mafia tanah, apakah kasus ini bermuara pada oknum mafia tanah? Atau memang adakah Mafia Tanah Terlibat.

 

(N Muriana)

Komentar