Sejarah Kesepakatan Wawombau

MORUT- Wawombau adalah salah satu benteng suku di wilayah Kerajaan Mori. Saat ini benteng tersebut terletak di wilayah adminitrasi desa Londi Kecamatan Mori Atas kabupaten Morowali Utara (Morut) .

Zaman Kolonial Belanda , Benteng ini memiliki histori tersendiri dalam sejarah Kerajaan Mori. Saat itu, satu satunya wilayah di Sulawesi Tengah yang belum di taklukan Belanda adalah Kerajaan Mori dengan Rajanya saat itu Bernama Marunduh dengan Gelar Datu Ri Tana (1870-1907).

Foto: Benteng Wawombau, desa Londi, Mori Atas (Sumber: Alwun Lasiwua

Oleh karna itu pihak Belanda segera menyusun kekuatan dan strategi untuk menaklukan kerajaan Mori. Strategi tersebut termasuk melakukan pengiriman utusan misi damai untuk menemui Raja Mori Marunduh Datu Ri Tana (1870-1907) di kediamannya di Matanda’u.

Beberapa utusan misi damai tersebut yakni : Dr. Paul dan Dr. Fritz Sarasin pada tahun 1896, Dr. A.C. Kruyt dan Dr. Adriani pada tahun 1899, yang semuanya secara tegas di tolak oleh Mokole Marunduh Datu Ri Tana. Bahkan Kruyt dan Adriani, nyaris dibunuh oleh Tadulako Ladadena atas perintah Raja Marunduh.

Akan tetapi pihak Belanda tidak berputus asa untuk bisa menaklukan Raja Marunduh dan tetap mengirim kembali Resident Hors dari Ternate tahun 1902, kemudian Asisten Residen Engelenberg (Kontroliur Poso yang selanjutya di angkat jadi asisten residen Donggala) yang di temani seorng Posthouder Banggai Bernama F.R. Maengkom pada tanggal 12 april 1906 ke Kanta bertemu dengan Papa I Lantiuna (Tadulako Panta) untuk menyampaikan rencana, ingin mengadakan pertemuan persahabatan dengan raja Mori yang selanjutnya oleh Papa I Lantiuna menyampaikan rencana tersebut kepada Raja Mori, Mokole Marunduh, semuanya tetap tidak bisa mengajak Raja Marunduh untuk bekerjasama dan mengakui pemerintahan Kolonial Belanda.

Namun Posthouder Maengkom berhasil menemui Raja maruduh di Matandau pada tanggal 20 april 1906 dan melakukan pembicaraan serius untuk mengajak Raja marunduh melakukan pertemuan dengan pihak Belanda pada tanggal 17 November 1906, bertempat di Wawombau yang selanjutnya menghasilkan kesepakatan yg di kenal dengan “Kesepakatan Wawombau”

Pertemuan di Wawombau, pihak Belanda mengirim utusan Kontoliur Poso yang Bernama H.J Voskuil dengan membawa satu peleton pasukan morsose sebagai pengawalnya, serta seorang juru Bahasa bernama Nayoan. Sedangkan dari pihak Kerajaan Mori dipimpin langsung oleh Raja Marunduh di temani Mokole Ede Alala Kamesi (Mokole Ngusumbatu), Karua Kalapa (Karua Moiki), Bali Pandu’u, Bonto Pandelu Tumakaka, Malatundu (mia mota’ mota’u to Wulanderi), Panta (mia mota’u topada), Lagonda (mia mota’u to wanga), Manggede (mia motau to kalae), Manyonyo (mia mota’u to Pakambia).

Pokok-pokok kesepakatan dalam pertemuan Wawombau adalah sebagai berikut :

Raja Mori mengijinkan pihak pemerintah kolonial Belanda mendirikan kantor perwakilannya di Kolonodale, dan bersedia membantu pembuatan jalan utama yang menghubungkan antar kampung-kampung di kerajaan Mori, serta akan menata pemukiman warga agar teratur dengan rapi.

Dalam pertemuan tersebut juga di tegaskan Kembali soal batas-batas wilayah kerajaan Mori yakni mulai dari arah Tando Poso (Tanjung Poso) lurus mengarah ke Bahombelu lalu menuju ke hulu sungai Tiworo. Di bagian utara, dari Tando Poso mengarah ke hulu sungai Morowali, pegunungan Pompangeo dan Langgedopi. Selanjutnya mengarah ke hulu sungai Walati, hulu sungai Masewe, pegunungan Tokolekaju lalu kearah danau Matano Soroako, kemudian mengikuti hulu sungai Karaupa ke pesisir pantai dan Kembali menuju Bahombelu.

Pada pertemuan tersebut juga di sepakati Perdamaian Abadi antar anak suku di wilayah kerajaan Mori untuk tidak lagi saling serang seperti beberapa peristiwa sebelumnya antara lain perang Pelua yakni perang antar suku, dimana gabungan suku-suku dari wilayah kerajaan bagian Mori Atas menyerang suku Molongkuni di Pelua dan berakhir dengan penyergapan para penyerang di Lintu Uweli, Wawopada. Selain itu, suku-suku di wilayah Mori Atas juga menyatakan sikap akan setia dan taat kepada pemimpin kerajaan Mori, dan bersedia mengantar upeti ke pihak kerajaan Mori sebagaimana yang sudah dilakukan selama ini, termasuk suku-suku yang berbahasa Poso yang mendiami wilayah kerajaan Mori yakni : To-Pada, To-Wanga, To-Kalae, To-Pu,umbana dan To-Pakambia.

Penulis: Alwun Lasiwua

Komentar