Morut, – Pengangkutan kayu bantalan diduga hasil pembalakan liar menggunakan truk dari hutan cagar alam Desa Taronggo, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara (Morut) masih terus berlangsung.
Sejumlah pihak disebut sumber media ini, ada peran diduga oknum yang mengaku wartawan, dan LSM. Dalam penelusuran media ini, dua orang oknum tersebut sering terlihat mondar-mandir di wilayah Mamosalato Bungku Utara.
Bahkan pengiriman kayu ilegal logging melalui pelabuhan Fery Desa Siliti terkesan dilakukan pembiaran oleh aparat.
” Pengiriman kayu yang diduga hasil pembalakan liar atau illegal logging dari cagar alam Taronggo tak akan bisa berhenti apabila aparat cuek,” kata Peturusi selaku tokoh peduli lingkar cagar alam Taronggo
Menurutnya, jika aparat yang berwenang tidak melakukan penindakan dan terkesan membiarkan terus terjadi ilegal logging maka kondisi hutan cagar alam di Taronggo akan habis dibabat oleh pelaku pembalakan liar.
” Kalau aparat terus cuek dan ikut bermain bahkan menyuruh melakukan pembalakan liar maka sudah barang tentu hutan cagar alam tersebut habis, karena mereka yang harus menjadi penegak hukum justeru menjadi pelanggar hukum,” tuturnya.
Akibat adanya illegal Loging di kawasan cagar alam tersebut, kondisi jalan antara Desa Taronggo dengan Desa Lapangga Kecamatan Bungku Utara kini rusak parah karena truk yang melintas untuk mengangkut kayu hasil pembalakan liar.
” Banyak tumpukan kayu bantalan siap diangkut berserakan dipinggir jalan dan di kebun – kebun sawit, malah ada juga yang di sungai,” ceritanya kepada media ini, Kamis (18/06/2025).
Kayu bantalan hasil illegal loging yang diangkut menggunakan truk yang kemudian pengirimannya melalui pelabuhan Fery Desa Siliti itu beredar kabar menggunakan dokumen resmi. Kayu bantalan tersebut seolah-olah berasal dari lokasi yang berizin, sehingga bisa lolos dari pemeriksaan pihak perhubungan laut.
” Setiap pengiriman truk yang muat kayu bantalan di pelabuhan Fery Siliti, kami dari pihak Dishub minta bikin surat pernyataan bahwa kayu itu bukan berasal dari cagar alam Taronggo,” terang Adrianus, kasi Kepelabuhanan Dishub Morut yang dihubungi media ini.
Pemberlakukan surat pernyataan tersebut bertujuan untuk menjaga terjadinya pelanggaran hukum yang mengait – ngaitkan pihak Dishub jika terjadi pelanggaran hukum dalam proses pengiriman truk yang mengangkut kayu bantalan, yang ternyata bukan berasal dari lokasi berizin.
Informasi diperoleh, untuk menjaga kelancaran pemeriksaan di perjalanan, kayu yang diangkut dari hutan menggunakan truk yang dijual ke luar daerah itu telah menggunakan dokumen resmi berupa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK). Agar tidak terjerat pelanggaran hukum, kayu bantalan yang dikirim menggunakan sejumlah truk tersebut seolah – olah berasal dari penggergajian sawmel di Desa Tomata milik HN.
” Kayu bantalan yang berasal dari hutan itu harusnya digergaji dulu sawmel baru diterbitkan dokumen lagi untuk dikomersilkan ke luar daerah, bukan dari hutan langsung ke pembeli,” protes pemilik industri sawmel yang tak disebutkan namanya.
Penjualan kayu dari hutan langsung ke pembeli di luar daerah sama halnya tanpa dokumen karena bukan menggunakan dokumen yang didukung dengan bukti Provisi Sumber Daya Hutan Dana Reboisasi (PSDHDR).
” Kayu hasil hutan dijual dari tukang sensor langsung ke pembeli ke Makassar sama halnya menggunakan dokumen palsu, karena yang berwenang mengeluarkan dokumen resmi hanya pemilik industri,” jelasnya.
Ia mencurigai, pengiriman kayu bantalan dari hutan yang menggunakan dokumen yang direkayasa ada keterlibatan pemilik industri. Biasanya modus operandi yang dilakukan pemilik industri melakukan jual beli dokumen dengan para pembeli kayu yang berasal dari Sulsel. Dokumen yang diterbitkan seolah – olah kayu yang diangkut melalui proses irisan sawmel, padahal kenyataannya bukan dari sawmel.
” Kalau itu terjadi, seyogyanya izin industri sawmel tersebut harus dicabut oleh dinas kehutanan Provinsi Sulteng, karena kalau dibiarkan akan merugikan industri lainnya,” tandasnya.
Komentar