4 Jam Mediasi, Pemda Morut Ambil Langkah Kembalikan Hak Masyarakat 4 Desa Lingkar Sawit di Petasia Timur.

MORUT- Berdasarkan undangan rapat mediasi lanjutan Pemda Morowali Utara sebagai respon atas aksi demonstrasi yang di lakukan Serikat Petani Petasia Timur beberapa hari lalu, Selasa, (21/05/2024).

Sekretaris Daerah Morut yang di dampingi Staf Ahli Bupati dan Kabag Pemerintahan memimpin rapat mediasi selama 4 jam. Rapat tersebut dihadiri oleh Eva Bande, Noval A. Saputra yang mendampingi Serikat Petani Petasia Timur, hadir juga Kepala Desa Tompira, Towara, Bungintumbe dan Bunta.

Dalam rapat mediasi melahirkan Berita Acara “Aspirasi Serikat Petani Petasia Timur Terkait Pelaksanaan Pengembalian Lahan Masyarakat Yang Ada di Sekitar Perkebunan PT. Agro Nusa Abadi di Wilayah Kecamatan Petasia Timur” terdiri dari
6 point yang di tanda tangani oleh Sekretaris Daerah Morut dan Kabag Pemerintahan Morut serta dilampirkan tanda tangan peserta rapat.

Sekretaris Daerah Morut, Musda Guntur mengatakan hari ini kita berupaya untuk melahirkan narasi tindaklanjut yang dirumuskan secara bersama-sama dan saya menekankan bahwa jika saat ini atau dikemudian hari ada pergeseran batas desa, itu tidak bisa menggeser atau menghilangkan hak keperdataan seseorang kemudian dari semua pernyataan yang disampaikan bahwa ada rantai penghubung yang putus yaitu tidak dilakukannya uji publik.

Badan Pimpinan Serikat Petani Petasia Timur, Ambo Endre mengatakan pertemuan ini sebagai kritik kami atas proses referifikasi dan revalidasi yang sedang berlangsung di beberapa desa, secara khusus yang sedang dibahas di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah yakni Desa Bunta, kami menganggap prosesnya tidak dilakukan secara partisipatif dan transparan, sehingga langkah ini tidak terjadi pada desa-desa lainnya.

Kordinator FRAS ST, Eva Bande mengatakan saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Morowali Utara, yang sudah berani membuat langkah maju dan mengambil inisiatif untuk memimpin rapat mediasi terhadap apa yang kami sampaikan dalam aksi demonstrasi beberapa hari yang lalu.

“Kemudian status Clean and Clear yang sudah ditetapkan pada Desa Tompira dan Desa Towara seharusnya dicabut, karena belum memenuhi syarat dan ketentuannya,
misalnya memastikan bahwa objek penilaian dalam hal ini tanah dengan segala sesuatu yang ada di atasnya dalam kondisi clean and clear tidak adanya masalah tumpang tindih kepemilikan, tambahnya”.

“Lalu, penyelesaian dan penetapan tata batas desa harus menjadi prioritas Pemerintah Daerag Morowali Utara, tegasnya”.

Anggota FRAS ST, Noval A. Saputra mengatakan “menegaskan agar Pemerintah Daerah Morowali Utara untuk tidak lagi menerbitkan Izin Lokasi kepada PT.Agro Nusa Abadi, karena temuan kami bahwa Surat Keputusan Bupati Morowali Utara Nomor 503/15/IL/DPM-PTSPD/IX/2021 Tentang Izin Lokasi Untuk Keperluan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pendukung Sarana Lainnya di Desa Tompira, telah menjadi dasar oleh Polres Morowali Utara untuk menangkap dan menahan petani sawit atas nama Syahril selama 56 hari, dan mirisnya dikeluarkan demi hukum karena tidak bisa di buktikan segala tuduhan yang dituduhkan, tekannya”.

Lainnya, kami hendak menawarkan skema resolusi konflik agraria kepada forum ini dan dibahas secara bersama-sama, bahwa tahapan-tahapan untuk melaksanakan resolusi konflik agraria haruslah egaliter, trasparan dan partisipatif. Sehingga idealnya, proses referivikasi dan revalidasi yang tengah berlangsung dilakukan secara menyeluruh dan tidak parsial.

“Kemudian, dibutuhkan tim kerja kolaborasi antara Pemerintah Desa dan Pihak Serikat Petani Petasia Timur dan mengevaluasi tim-tim desa yang telah bekerja melakukan reverifikasi dan revalidasi untuk mengedepankan asas keadilan dan asas keterbukaan, tutupnya”.

Beberapa point Berita Acara rapat mediasi tersebut diantaranya, Kepala Desa Tompira, Towara, Bungintimbe dan Bunta, agar membentuk tim verifikasi dan validasi data kepemilikan lahan masyarakat yang di tanami kelapa sawit oleh PT.Agro Nusa Abadi dengan melibatkan Serikat Petani Petasia Timur dan nama-nama anggota tim yang dibentuk melalui SK Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah nomor : 500.6.4.3/669/RO. HUKUM-G.ST/2023 serta pendampingan dari TNI dan POLRI

Tim yang dibentuk diberikan kesempatan bekerja paling lambat dua bulan terhitung sejak berita acara ini di tandatangani dan melaporkan hasilnya untuk di evaluasi oleh Pemerintah Kabupaten.

Komentar