Ini Syarat, Anak Daerah Bisa Dapat Jabatan Penting, di Perusahaan Tambang Morut

Morowali Utara,— Kehadiran perusahaan tambang di Kabupaten Morowali Utara (Morut) memang telah membawa dampak besar, baik dari sisi ekonomi maupun peluang kerja. Namun, realita di lapangan menunjukkan bahwa peluang tersebut belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat lokal, khususnya dalam hal keterlibatan pada posisi strategis di manajemen perusahaan.

Sejumlah perusahaan tambang, khususnya tambang nikel yang kini mendominasi kawasan industri Morowali dan Morowali Utara, dinilai belum memberikan ruang yang cukup kepada tenaga kerja lokal untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Salah satu posisi vital, seperti Human Resources Development (HRD) yang bertugas merekrut dan menentukan arah kebijakan ketenagakerjaan, masih didominasi oleh tenaga kerja dari luar daerah.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat lokal: mengapa anak daerah belum mampu bersaing untuk posisi penting di perusahaan tambang?

Tak hanya itu, keluhan terhadap praktik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan tidak diperpanjangnya kontrak kerja juga kerap muncul. Situasi ini menimbulkan keresahan, terutama ketika tenaga kerja lokal yang sudah mulai bekerja justru tidak mendapatkan jaminan keberlanjutan karier.

Melihat kenyataan tersebut, perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap kompetensi yang dimiliki oleh para pencari kerja lokal. Media ini mencoba mengkonfirmasi ke bagian Humas salah satu perusahaan tambang nikel di Morut mengenai jurusan atau keterampilan apa yang paling dibutuhkan untuk bisa bersaing dan masuk ke dalam struktur perusahaan tambang saat ini.

“Ga ada yang spesifik sih, bang. Namun skill bahasa Mandarin dan punya background pengalaman di nikel itu diperlukan,” tulis salah satu Humas perusahaan tambang tersebut saat dikonfirmasi, Kamis (4/4).

Pernyataan ini menjadi catatan penting. Bahasa Mandarin, yang selama ini belum banyak dikuasai oleh tenaga kerja lokal, ternyata menjadi salah satu syarat tidak tertulis yang mulai dibutuhkan. Hal ini tentu tidak lepas dari dominasi tenaga kerja dan manajemen asal Tiongkok di sektor industri nikel yang beroperasi di wilayah tersebut.

Selain kemampuan bahasa, pengalaman kerja di bidang pertambangan, khususnya nikel, juga menjadi nilai tambah yang cukup menentukan. Artinya, tenaga kerja lokal harus mulai mempersiapkan diri sejak dini, tidak hanya dari sisi akademik, tetapi juga keterampilan teknis dan penguasaan bahasa asing.

Kondisi ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan institusi pendidikan di Morowali Utara. Sudah saatnya ada kebijakan afirmatif untuk mendorong penguatan kapasitas SDM lokal. Program pelatihan bahasa Mandarin, sertifikasi teknis pertambangan, hingga magang di perusahaan tambang lokal bisa menjadi solusi jangka pendek dan menengah.

Pemerintah daerah juga didorong untuk lebih aktif dalam membuat nota kesepahaman (MoU) dengan perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Morut, agar mengatur secara proporsional keterlibatan tenaga kerja lokal dalam struktur perusahaan, termasuk manajemen.

Peluang kerja di sektor tambang memang terbuka lebar, namun hanya akan bisa dimanfaatkan oleh mereka yang benar-benar siap. Generasi muda Morowali Utara harus mulai membekali diri dengan keterampilan yang relevan, seperti penguasaan bahasa Mandarin dan pemahaman teknis di bidang nikel.

Di sisi lain, perusahaan juga punya tanggung jawab sosial untuk memberikan ruang lebih besar bagi anak daerah, bukan hanya sebagai tenaga kasar, tetapi juga sebagai pengambil keputusan yang memahami karakter sosial dan budaya lokal.

Jika tidak ada perubahan signifikan, maka kesenjangan ini akan terus melebar, dan harapan masyarakat lokal untuk menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri bisa terus tertunda.

Komentar