BUNGKU – Skandal besar mengemuka dalam proses Pemilihan Kepala Daerah(Pilkada) Kabupaten Morowali. Praktik pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan, dan pelanggaran pidana pemilihan yang mencederai integritas Pilkada.
Diduga 7 orang anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang tersebar dalam 6 Kecamatan dalam Kabupaten Morowali terlibat dengan bujukan konspirasi melakukan kejahatan Pilkada kepada Pasangan Taslim-Asgar Ali (PASTI).
Modusnya dengan melakukan lobi aktif melalui beberapa kali pertemuan dengan menyampaikan permintaan dana senilai Rp3,16 miliar untuk mendukung pemenangan pasangan dan perolehan suara di kecamatan masing-masing.
Koordinator Tim Hukum PASTI, Ruslan Husein dalam keterangan resminya mengungkapkan detail kronologi peristiwa kejahatan Pilkada ini.
“Pada 17 November 2024, seorang saksi perantara menghubungi saksi yang merupakan Asisten anggota DPRD Sulteng Hj. Amila Hi. Moh Ali, untuk menyampaikan bahwa PPK ingin bertemu. Sehingga pertemuan ini kemudian dijadwalkan pada 18 November di Hotel Metro Morowali,” papar Ruslan pada Senin(2/12/2024).
Dalam pertemuan yang berlangsung di kamar 0210 Hotel Metro Morowali, hadir langsung sejumlah anggota PPK dari beberapa kecamatan di Morowali, di antaranya Bungku Barat, Bungku Timur, Bahodopi, dan Bungku Pesisir.
“Tidak hanya sampai di situ, permintaan pertemuan dan folow up penawaran terus dilakukan oknum PPK ini, sehingga terjadilah pertemuan di kediaman Hj. Amila Hi.Moh Ali di Wosu,” jelas Ruslan Husein.
Mereka dengan yakin menyampaikan tawaran kerja sama yang dituangkan dalam dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) senilai Rp3,16 miliar. Dokumen tersebut diserahkan kepada Hj. Arnila dalam sebuah map batik cokelat.
Namun, respons penyandang dana Pasangan Taslim-Asgar Ali (PASTI) tidak seperti keinginan oknum PPK tersebut. Setelah oknum PPK itu pulang dan setelah mempelajari dokumen yang disodorkan, la menyatakan bahwa tawaran itu tidak masuk akal. “Mahal sekali, tidak masuk akal,” ujarnya.
Meski tawaran itu secara halus ditolak, inisiator oknum PPK Bungku Barat terus mencoba menindaklanjuti pembicaraan dengan menghubungi Asisten Hj. Arnila Hi.Moh Ali, tentang kelanjutan tawaran mereka. Namun, upayanya itu tidak membuahkan hasil.
Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya integritas penyelenggara pemilu.Sebagai ujung tombak demokrasi, PPK dan penyelenggara lainnya memiliki tanggungjawab besar untuk memastikan proses pemilu berjalan jujur, adil, dan bebas dari intervensi politik uang.
“Ketika penyelenggara pemilu terlibat dalam praktik transaksional atau bahkan menawarkan diri untuk melakukan pelanggaran, kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi akan runtuh.
Hal ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi penyelenggara, tetapi juga merugikan masyarakat luas yang berhak mendapatkan proses pemilu yang bersih tegas Ruslan.
Mantan Ketua Bawaslu Sulteng ini menambahkan bahwa pelanggaran seperti ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap mandat yang diemban oleh penyelenggara pemilu.
“Penyelenggara pemilu harus berdiri di atas semua kepentingan, menjaga netralitas,dan tidak tergoda untuk mengambil keuntungan pribadi. Jika mereka sendiri menawarkan melakukan pelanggaran, maka proses demokrasi tidak lagi memiliki makna,” ujar Ruslan.
“Ketika penyelenggara pemilu terlibat dalam praktik transaksional atau bahkan menawarkan diri untuk melakukan pelanggaran, kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi akan runtuh.
Hal ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi penyelenggara, tetapi juga merugikan masyarakat luas yang berhak mendapatkan proses pemilu yang bersih,”tegas Ruslan.
Mantan Ketua Bawaslu Sulteng ini menambahkan bahwa pelanggaran seperti ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap mandat yang diemban oleh penyelenggara pemilu.
“Penyelenggara pemilu harus berdiri di atas semua kepentingan, menjaga netralitas,dan tidak tergoda untuk mengambil keuntungan pribadi. Jika mereka sendiri menawarkan melakukan pelanggaran, maka proses demokrasi tidak lagi memiliki makna,” ujar Ruslan.
Langkah Hukum PASTI: Laporkan!
Tim Hukum PASTI berkomitmen untuk membawa kasus ini ke ranah hukum dan meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Morowali untuk segera bertindak.
“Kami telah mengumpulkan bukti-bukti termasuk keterangan saksi, dan telah melaporkan kasus ini ke Bawaslu Morowali. Langkah hukum harus diambil agar praktik kotor seperti ini tidak dibiarkan berlanjut,” tegas Ruslan.
la juga menyerukan agar kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu.
“Integritas adalah pondasi demokrasi. Jika penyelenggara pemilu mulai bermain dalam tawaran konspirasi kejahatan politik uang, maka harapan untuk menciptakan pemilu yang bersih dan adil akan hilang,” tambahnya.
Ruslan Husein menegaskan bahwa integritas harus menjadi nilai utama dalam setiap tahapan pemilu.
“Tidak boleh ada lagi ruang bagi para penyelenggara pemilu yang terlibat dalamkejahatan Pilkada. Masyarakat dan lembaga pengawas harus bersama-samamengawal proses ini agar tetap berada di jalur yang benar,” tegasnya.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi semua pihak untuk menjaga kepercayaanmasyarakat terhadap demokrasi dan memastikan pemilu berjalan sesuai denganprinsip jujur, adil, dan bebas dari pengaruh uang. Jika dibiarkan, praktik semacam iniakan terus menggerogoti demokrasi Indonesia.***
Komentar