Bunta, MCDD – Pabrik pengolahan nikel (smelter) milik PT. Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, kembali beroperasi pada Selasa (17/1) pagi, menyusul terjadinya kerusuhan yang memakan dua korban jiwa dan kerugian material miliaran rupiah pada Sabtu (14/1).
Manager Human Resources and General Affairs (HRGA) PT.GNI Muknis Basri Assegaf saat menerima Tim dari Kementerian Perindutrian (Kemenperin), Selasa (17/1) petang, menyebutkan bahwa operasional smelter belum berjalan penuh karena banyak karyawan yang belum masuk.
Kepada tim Kemenperin yang didampingi Sekda Morut Musda Guntur dan sejumlah Kepala OPD Morut, Muknis melaporkan bahwa pada shift pagi, Selasa, baru 2.645 orang karyawan yang masuk bekerja dari seharusnya 3.690 orang.
“Banyak yang pulang kampung, sehingga yang masuk kerja hari ini hanya sekitar 70 persen. Kami memberi waktu beberapa hari ke depan kepada karyawan yang pulang untuk memberikan kepastian apakah akan kembali bekerja atau tidak,” ujar Muknis.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak dinginkan, petugas perusahaan yang didampingi aparat TNI dan Polri, tampak melakukan pemeriksaan terhadap kartu identitas para karyawan.
Kondisi GNI saat ini, kata Muknis, sudah kondusif untuk beroperasi, meski masih harus dijaga sekitar 800 personel Polri dan TNI yang dipimpin langsung Wakil Kapolda Sulteng Brigjen Pol. Hery Santoso, S.Ik, MH didampingi Kapolres Morut AKBP Imam Wijayanto dan Dandim 1311 Morowali/Morowali Utara Letkol Inf Constantinus Rusmanto, M.Sc.
Tim Kemenperin yang meninjau kondisi terkini di PT.GNI itu dipimpin Plt. Direktur Perwilayahan Industri Joni Afrizon dan Direktur Ketahanan dan Iklim Industri Binoni Napitupulu.
PT.GNI adalah salah satu proyek strategis nasional bidang hilirisasi industri pertambangan yang menanamkan modalnya senilai 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp40 triliun yang telah merealisasi pembangunan sejumlah smelter yang menghasilkan ferronikel.
Namun industri ini mengalami musibah setelah aksi unjuk rasa karyawan yang menuntut perbaikan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja (K3) serta kesejahteraan, berubah menjadi rusuh karena ditunggangi oleh para provokator dari luar, sehingga terjadi bentrok antarkaryawan yang menyebabkan dua orang tewas.
Selain itu terjadi penjarahan asrama karyawan putri dan pembakaran sejumlah alat-alat berat seperti dump truck dan kendaraan operasional lainnya.
Pihak kepolisian menyebutkan bahwa penegakkan hukum sedang berlangsung terhadap para perusuh. Dari 70 orang yang ditangkap polisi saat kejadian, sebanyak 17 orang telah ditetapkan menjadi tersangka, seorang di antaranya anak di bawah umur.
Tindakan anarkis ini tidak saja merugikan perusahaan yang sangat besar dan terhentinya operasional pabrik selama dua hari, tetapi juga masyarakat luas yang usahanya terpaksa tutup.
Pihak pemerintah juga dirugikan, khususnya pemerintah daerah yang memiliki sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari perusahaan yang dibangun investor dari Tiongkok itu serta para kontraktor mereka. (RoMa/Ryo)
Komentar