Pelantikan Pejabat Morut, Menyisakan Pertanyaan.

BERITA MORUT4,129 views

Foto pelantikan/MCDD
MOROWALI UTARA- Pelantikan sejumlah pejabat dilingkup pemerintah kabupaten Morowali Utara (Morut), yang di gelar di Ruang Pola kantor Bupati, Selasa 1 Maret 2022, menyisakan sejumlah tanda tanya besar. Benarkah pelantikan ini bertujuan untuk menata birokrasi di Morut…?

Redaksi Beritamorut.com membedah beberapa hal yang “menarik” untuk di bahas, karena menyisakan pertanyaan

SOAL NAMA-NAMA 96 PEJABAT YANG DILANTIK

Nama-nama pejabat yang dilantik tidak terpublikasikan semua. Surat Keputusan (SK) Bupati Morut Delis Julkarson Hehi, yang dibacakan saat pelantikan yang di mulai jam 15.00 wita ini menimbulkan sejumlah pertanyaan.

Dalam pelantikan pejabat eselon 2 (Kepala Dinas/Kepala Badan) 7 orang. Eselon 3 sebanyak 70 orang, eselon 4 sebanyak 14 orang dan pejabat fungsional 5 orang. Sejumlah pegawai di non job oleh Bupati Delis.

Contoh yang menonjol terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolonodale dan Dinas Kesehatan.

Sekertaris RSUD Kolonodale Saria S. Kep. Ns yang merupakan pegawai dengan kinerja baik selama ini, di non job oleh Bupati. Menariknya, Sekertaris RSUD Kolonodale ini adalah istri salah satu anggota DPRD Morut yang merupakan lawan politik saat Pilkada. Hal ini tidak serta merta bisa kita kaitkan, jika memang alasan non job ini untuk memperbaiki pelayanan.

Salah satu pegawai di RSUD Kolonodale yang enggan di publis menyatakan, kinerja sekertaris RSUD Kolonodale sangat baik,

“Ibu sekertaris beliau kerjanya sangat baik, pokoknya murni bekerjaadany tidak Ada motivasi lain,” ungkap sumber terpercaya kami.

Mirisnya, sekertaris RSUD Kolonodale yang bergelar Sarjana Keperawatan ini, di gantikan oleh pegawai D3.

Sebagian orang menganggap persoalan non job sebagai hal yang lumrah, namun sebagian pihak berpandangan sebagai kebijakan yang salah. Non job bagi aparatur sipil yang berkinerja baik tanpa sebab merupakan perbuatan sewenang-wenang pemerintah.

Satu sisi Pejabat berwenang menganggap rolling sebagai bentuk penyegaran, namun menjadi masalah bilamana kebijakan rolling mengandung Keputusan Non Job tanpa melalui prosedur yang sah. Seorang PNS dapat diputuskan non job dengan syarat apabila PNS tersebut mengundurkan diri dari jabatannya, mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dari PNS, diangkat dalam jabatan struktural lainnya, cuti diluar tanggungan negara, tugas belajar lebih dari enam bulan, adanya perampingan struktur/organisasi satuan kerja, dan tidak sehat jasmani dan rohani.

Di RSUD Kolonodale Ada 4 orang pegawai yang di non job oleh Bupati Morut. Sementara hal yang sama terjadi juga di Dinas Kesehatan. Contohnya Salah satu kepala Bidang di Dinas Kesehatan Vita Anggraeni di pindahkan sebagai kepala bidang penunjang medik di RSUD Kolonodale. Posisi kepala bidang di Dinas Kesehatan tentu jauh lebih cemerlang dalam peningkatan Karir di banding dengan kepala bidang di RSUD Kolonodale.

Bahkan penempatan sekertaris Dinas harusnya memperhatikan golongan. Sekertaris Dinas dengan golongan IV b di pimpin oleh Kepala Dinas dengan golongan IV a, tentu akan mempengaruhi koordinasi.
Aturan baku untuk menduduki eselon 2, minimal 2 tahun dalam jabatan eselon III.a minimal 2 dinas dalam jabatan yang sama. Serta telah mengikuti Diklat teknis penjejangan (PIM) III terlihat “terabaikan” dalam pergeseran pejabat yang dilakukan.

Jika Pegawai Negeri Sipil (PNS) ingin menduduki jabatan struktural baik eselon IV, III, II dan eselon I harus mengikuti pendidikan dulu di Badan Pendidikan dan Pelatihan. Kalau kebijakan itu dibalik dengan menduduki jabatan dulu baru mengikuti pendidikan jadinya akan rancu.

Bahkan pergeseran pejabat yang dilakukan tanggal 1 Maret 2022 mendapat kritikan dari Koordinator NCW Sulteng Anwar Hakim.

Kepada media ini, Anwar Hakim mengkritik keras pelantikan yang dilakukan Bupati Morut karena tidak melibatkan ratusan ASN yang dibatalkan SKNYA dan telah menang di PTUN Palu belum lama ini.

“Pelantikan ASN Morut oleh Bupati sangat lemah landasan yuridisnya, bila kita patuh kepada asas doe process of law, sebagaimana UU no 30 THN 2014.
Oleh karena ada putusan pengadilan PTUN, sekalipun perkaranya belum berkekuatan hukum tetap, lalu SK Bupati mana yang menjadi acuan. Sehingga itulah kami katakan bahwa pelantikan tersebut masih blunder tentang administrasi Pemerintahan di NKRI,” tutupnya. (2/3). **

Komentar