Kecewa dengan Mediasi Sekda Morut, 150 Orang Nelayan Tokonanaka Akan Demo di Jety PT. SAH

BERITA MORUT433 views

MOROWALI UTARA – Persoalan kompensasi nelayan Tokonanaka akibat aktivitas kapal tongkang di Teluk Tomori nyaris menemui titik terang lewat jalur DPRD Morowali Utara. Namun, mediasi sepihak yang digelar Pemerintah Daerah (Pemda) Morut melalui Sekda justru membuat masalah kian berlarut-larut dan menyingkap lemahnya etika koordinasi antar lembaga.

Masyarakat pesisir Tokonanaka telah bertahun-tahun menuntut ganti rugi dari 13 perusahaan pemilik jetty yang melintasi Teluk Tomori. Aspirasi ini sempat difasilitasi melalui dua kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Morut, termasuk pada 10 April 2025, yang bahkan tinggal menyepakati angka kompensasi bulanan.

Namun, proses itu tiba-tiba tersendat setelah Sekda Morut mengundang pertemuan terpisah bersama Kades Tokonanaka tanpa kehadiran pihak perusahaan maupun DPRD. Dalam forum tersebut, Sekda bahkan menelpon perusahaan di hadapan warga dan disebut-sebut lahir kesepakatan kompensasi sebesar Rp500 ribu per bulan yang akan dibayarkan.

Atas mandeknya penyelesaian kompensasi kepada masyarakat, maka sebanyak 150 orang nelayan Tokonanaka jadwalkan aksi demo berlokasi di Jety PT. SAH pada hari Selasa, tanggal 9 September 2025.

“Jadi setelah hasil rapat, rencana aksi demo itu tidak jadi Senin pak, tapi hari Selasa akan dilaksanakan di Jety PT. SAH. Kami sudah sampaikan surat pemberitahuan ke Polres,”ujar Kades Tokonanaka Asrar Sondeng (7/9)

Kesepakatan ini bukan saja tidak terealisasi, tetapi juga menimbulkan ketersinggungan di kalangan wakil rakyat. DPRD yang tengah memfasilitasi RDP merasa dilewati oleh Pemda.

“Sementara kita mediasi, Kades Tokonanaka pigi sama Sekda. Kalau begitu kami anggap sudah diurus sama Pemda, tidak kami lanjutkan,” ujar salah satu anggota DPRD Morut dengan nada kecewa.

Kades Tokonanaka yang hadir pada undangan rapat yang digelar oleh sekda Morut tanggal 5 Mei, mengaku ia berpikir bahwa rapat itu sudah dikoordinasikan dengan pihak DPRD dan Perusahaan.

“Sebagai masyarakat dan pemerintah desa, kami ini kan cuma ikut apa yang di atur, dengan harapan bahwa itu sudah dikoordinasikan. Karna bahasanya ibu ketua pada rapat bulan April yang terakhir. Akan di undang Pemda dan perusahaan pada rapat berikut. Jadi saya pikir sudah ini rapat yang sekda undang. Ternyata tidak ada koordinasi, saya juga kena dampaknya,”terang Kades

Akibat langkah tumpang tindih itu, penyelesaian melalui jalur formal DPRD terhenti. Padahal, DPRD adalah lembaga resmi yang memiliki kewenangan mengawasi perusahaan sekaligus mengawal aspirasi masyarakat.

Minimnya komunikasi dan lemahnya etika antar lembaga ini membuat kepercayaan publik semakin terkikis. Alih-alih menghadirkan solusi, Pemda dan DPRD justru tampak tidak solid dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat.

Berlarut-larutnya persoalan ini menjadi bukti rapuhnya tata kelola komunikasi pemerintahan di Morut. Ketika etika antar lembaga diabaikan, rakyatlah yang akhirnya menjadi korban. Teluk Tomori terus dilintasi kapal tongkang, sementara jeritan nelayan Tokonanaka tetap dibiarkan tanpa kepastian ganti rugi.

Komentar