Bahaya Ekstraktif Tambang di Tiga Kecamatan Parigi Mautong, Yang Mengekspansi Wilayah Adat

Berita Daerah885 views

Massa aksi saat blokade jalan Trans Sulawesi Sulteng-Gorontalo
PARIMO- Keberadaan wilayah adat sampai saat ini terus menjadi lumbung ekonomi bagi suku bangsa tertentu. Pasalnya bukan hanya tradisi, namun wilayah dan hutan adat secara turun temurun, mampu menjadi sandaran hidup bagi masyarakatnya.

Disisi lain ketika atas nama investasi, pemerintah membuka kran bagi para pengusaha tambang untuk menguasai tanah, wilayah adat bahkan kebun rakyat, dalam rangka mengeruk kekayaan alam sebanyak-banyaknya.

Seperti yang dialami masyarakat di tiga kecamatan, Kasimbar, Toribulu dan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Mautong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng). Konsesi perusahaan ekstraktif pertambangan emas seluas 15.725 hektar dinilai sangat merugikan keberlangsungan hidup masyarakat disekitar.

Menurut, Noval A Saputra tim advokasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulteng, menjelaskan soal bahayanya ekstraktif tambang di tiga Kecamatan tersebut, yang mengekspansi wilayah-wilayah adat komunitas Kaili Tajio dan Kaili Lauje.

” Ketika lahan garapan berubah wajah menjadi kawasan tambang, maka masyarakat adat kehilangan keterampilan mereka. Padahal, secara turun temurun, mereka mengelola hutan sebagai sandaran hidupnya secara arif, ” (9/2/2022)

Noval menambahkan, dari banyaknya kasus konflik agraria struktural diwilayah investasi pertambangan maupun perkebunan, masyarakat adat yang juga petani penggarap selalu menjadi korban bahkan tak jarang mereka dikriminalisasi dan ditangkap akibat memperjuangkan haknya.

Eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran membuat masyarakat akan kesulitan mencari makanan. Bahkan mereka secara tidak langsung akan tersingkir dari wilayahnya sendiri,” tutup Noval yang juga Aktivis HAM.**

Komentar