PALU- Konflik agraria di Sulawesi Tengah seakan menjadi time bomb menyeruak ke permukaan publik. Seakan tidak ada habisnya perusahaan perkebunan sawit melakukan praktek-praktek perampasan lahan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap masyarakat adat Suku Wana
Tau Taa Burangas yang berada di Desa Kewenangan, Desa Lijo, Desa Sea, Desa Parangisi, Desa Ue Pakatu, Desa Manyo’e di Kecamatan Mamosalato Kabupaten Morowali Utara.
FRAS Sulteng mendampingi warga bertemu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) RI menyampaikan aduan masyarakat adat Tau Taa Burangas terkait dugaan penggunaan lahan tanpa izin, yang dilakukan salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Karunia Alam Makmur di Kabupaten Morowali Utara. Palu, (27/09/2023)
Masyarakat adat yang sudah hidup turun temurun memelihara dan menjaga hutan perlahan tersingkirkan karena aktifitas perusahaan perkebunan sawit PT Karunia Alam Makmur.
Perusahaan perkebunan sawit ini melakukan praktek perkebunan diatas lahan adat masyarakat Tau Taa Burangas, padahal diketahui bahwa wilayah adat Tau Taa Burangas telah dilindungi oleh Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Utara Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pengakuan dan Per lindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Wana.
Dalam perda tersebut sangat jelas tertera dalam pasal 7 ayat 1 dan 2 bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan terhadap wilayah hukum Adat Suku Wana,
“Perlindungan Pemerintah terhadap masyarakat Suku Wana dilakukan melalui:
a. Memberi kebebasan kepada masyarakat hukum adat Suku Wana untuk menjalankan.kehidupan sosialnya sesuai nilai yang hidup dalam masyarakat tersebut
b. Menjamin dan melindungi berlakunya hukum adat masyarakat Suku Wana, yang
dipertahankan sesuai tatanan yang ada oleh lembaga adat
c. Menjamin dan melindungi wilayah hukum adat Suku Wana
Praktek yang dilakukan PT Karunia Alam Makmur yang melanggar Peraturan Daerah ini bentuk dari pembangkangan konstitusi, serta memperlihatkan ke public bahwa negara takluk dihadapan Investor.
Dalam keterangannya Koordinator Front Rakyat Advokasi Sawit Eva Susanti Bande mengatakan,
“Konflik Agraria di Sulawesi Tengah ini seperti tidak berujung. Satu persatu letupan konflik terus muncul diakibatkan oleh ekspansi perusahaan sawit. Lagi-lagi kami FRAS Sulteng mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk menghentikan aktifitas perusahaan PT Karunia ALam Makmur yang beroperasi didalam wilayah adat Suku Tau Taa Wana Burangas, serta melakukan pemulihan hak hidup masyarakat adat,”Ucap Eva Bande dalam keterangan rilisnya.
Pemimpin negara ini setiap tahunnya merayakan hari kemerdekaan dengan menggunakan pakaian adat, namun tidak kelihatan perlindungan negara ini terhadap masyarakat adat yang berada di daerah
daerah terpencil yang menjadi korban ekspansi perusahaan perkebunan skala besar.
Masyarakat adat selalu terpinggirkan ketika terjadi konflik agraria, akan tetapi selalu menjadi.sanjungan ketika mendekati momentum politik, seperti apa yang dikatakan oleh ketua adat Desa Winangabino,
“Kami menuntut hak kami agar dikembalikan kepada masyarakat, kami tidak pernah memberikan persetujuan untuk aktifitas perusahaan perkebunan sawit. Terus terang kami merasa hidup disana itu,” ujar Eva Bande.
Sebelumnya masyarakat adat Tau Taa Burangas juga telah melaporkan masalah tersebut kepada Pemerintah Kabupaten dan DPRD Morowali Utara, namun belum mendapatkan penyelesaian yang jelas dan tuntas.
Komentar